Kalimantan Kalimantan Timur | ||
---|---|---|
Sungai Mahakam | ||
Motto: Samarinda Kota TEPIAN (Teduh, Rapi, Aman dan Nyaman) |
||
Hari jadi | 21 Januari | |
Dasar hukum | UU Darurat No. 3 Tahun 1953 Lembaran Negara No. 97 Tahun 1953 |
|
Walikota | Syaharie Jaang | |
Wilayah | 718 km² | |
Kecamatan | 6 | |
Penduduk -Kepadatan |
726.223 jiwa (2010) 1011 jiwa/km² |
|
Suku bangsa | Kutai, Banjar, Dayak, Bugis, Jawa, Toraja, Sunda, Minang, Tionghoa | |
Bahasa | Indonesia, Banjar, Kutai | |
Agama | Islam, Katolik, Protestan, Buddha, Hindu, Kong Hu Cu | |
Koordinat | 0°21'81"-1°09'16" LS dan 116°15'16"-117°24'16" BT | |
Zona waktu | WITA | |
Kode telepon | 0541 | |
Bandar udara | Temindung (lama) Sungai Siring (sedang dibangun) |
|
Pelabuhan | Yos Soedarso dan TPK Palaran | |
Flora resmi | Lai, Keledang | |
Fauna resmi | Pesut Mahakam | |
Situs web resmi: http://www.samarindakota.go.id/ |
[sunting] Sejarah
[sunting] Wilayah Kerajaan Kutai Kartanegara
Kerajaan Kutai Ing Martadipura berdiri pada abad ke-4 sampai dengan abad ke-17 Masehi dan berpusat di Muara Kaman, Kutai Kartanegara. Kerajaan Kutai Kartanegara yang berdiri tahun 1300 sampai dengan tahun 1959 mengalami dua kali perpindahan pusat pemerintahan. Pusat pemerintahan tahun 1735-1959 tidak disebutkan dalam cerita. Tahun 1300-1734 berpusat di Kutai Lama atau Tepian Batu. Raja pertama bernama Aji Batara Agung Dewa Sakti dan permaisurinya bernama Putri Karang Melenu.[2]Pada waktu itu, wilayah kekuasaan Kerajaan Kutai Kartanegara meliputi daerah yang luas, mulai daerah pantai, daerah kiri kanan Sungai Mahakam, sampai batas wilayah Muara Kaman ke udik. Daerah itu merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Kutai Ing Martadipura sampai masa runtuh kerajaan itu pada abad ke-17.
Wilayah Samarinda termasuk pula ke dalam wilayah Kerajaan Kutai Kartanegara. Akan tetapi saat itu, belum ada sebuah desa pun berdiri, apalagi kota. Sampai pertengahan abad ke-17, wilayah Samarinda merupakan lahan persawahan dan perladangan beberapa penduduk. Lahan persawahan dan perladangan itu umumnya dipusatkan di sepanjang tepi Sungai Karang Mumus dan sungai Karang Asam.
Berdirinya kota Samarinda tidak terlepas dari hijrah orang-orang Bugis Wajo, Sulawesi Selatan. Merekalah yang membangun Samarinda. Menurut lontara atau silsilah kedatangan suku Bugis menyebar ke seluruh Nusantara bermula pada tahun 1668.
Penyebaran itu terjadi karena kerusuhan di Kerajaan Bone Sulawesi Selatan pada tahun 1665. Ketika itu diadakan perhelatan besar pernikahan putra Goa dengan putri Bone. Kemudian terjadi perkelahian antara putra-putra Bone dan putra-putra bangsawan Wajo karena acara sabung ayam. Saat itu putra bangsawan Bone tewas tertikam keris sakti putra Wajo.[2]
[sunting] Awal mula berdirinya Samarinda
[sunting] Perjanjian Bungaya
Pada saat pecah perang Gowa, pasukan Belanda di bawah Laksamana Speelman memimpin angkatan laut Kompeni menyerang Makassar dari laut,[3] sedangkan Arung Palakka yang mendapat bantuan dari Belanda karena ingin melepaskan Bone dari penjajahan Sultan Hasanuddin (raja Gowa) menyerang dari daratan. Akhirnya Kerajaan Gowa dapat dikalahkan dan Sultan Hasanuddin terpaksa menandatangani perjanjian yang dikenal dengan Perjanjian Bungaya pada tanggal 18 November 1667.[3][sunting] Kedatangan orang Bugis ke Kesultanan Kutai
Sebagian orang-orang Bugis Wajo dari kerajaan Gowa yang tidak mau tunduk dan patuh terhadap isi perjanjian Bongaja tersebut, mereka tetap meneruskan perjuangan dan perlawanan secara gerilya melawan Belanda dan ada pula yang hijrah ke pulau-pulau lainnya diantaranya ada yang hijrah ke daerah Kesultanan Kutai, yaitu rombongan yang dipimpin oleh La Mohang Daeng Mangkona (bergelar Pua Ado yang pertama). Kedatangan orang-orang Bugis Wajo dari Kerajaan Gowa itu diterima dengan baik oleh Sultan Kutai.[3]Atas kesepakatan dan perjanjian, oleh Raja Kutai rombongan tersebut diberikan lokasi sekitar kampung melantai, suatu daerah dataran rendah yang baik untuk usaha Pertanian, Perikanan dan Perdagangan. Sesuai dengan perjanjian bahwa orang-orang Bugis Wajo harus membantu segala kepentingan Raja Kutai, terutama didalam menghadapi musuh.[3]
Semua rombongan tersebut memilih daerah sekitar muara Karang Mumus (daerah Selili seberang) tetapi daerah ini menimbulkan kesulitan didalam pelayaran karena daerah yang berarus putar (berulak) dengan banyak kotoran sungai. Selain itu dengan latar belakang gunung-gunung (Gunung Selili).[3]
[sunting] Rumah Rakit yang Sama Rendah
Sekitar tahun 1668, Sultan yang dipertuan Kerajaan Kutai memerintahkan Pua Ado bersama pengikutnya yang asal tanah Sulawesi membuka perkampungan di Tanah Rendah. Pembukaan perkampungan ini dimaksud Sultan Kutai, sebagai daerah pertahanan dari serangan bajak laut asal Pilipina yang sering melakukan perampokan di berbagai daerah pantai wilayah kerajaan Kutai Kartanegara. Selain itu, Sultan yang dikenal bijaksana ini memang bermaksud memberikan tempat bagi masyarakat Bugis yang mencari suaka ke Kutai akibat peperangan di daerah asal mereka. Perkampungan tersebut oleh Sultan Kutai diberi nama Sama Rendah. Nama ini tentunya bukan asal sebut. Sama Rendah dimaksudkan agar semua penduduk, baik asli maupun pendatang, berderajat sama. Tidak ada perbedaan antara orang Bugis, Kutai, Banjar dan suku lainnya.Dengan rumah rakit yang berada di atas air, harus sama tinggi antara rumah satu dengan yang lainnya, melambangkan tidak ada perbedaan derajat apakah bangsawan atau tidak, semua "sama" derajatnya dengan lokasi yang berada di sekitar muara sungai yang berulak dan di kiri kanan sungai daratan atau "rendah". Diperkirakan dari istilah inilah lokasi pemukiman baru tersebut dinamakan Samarenda atau lama-kelamaan ejaan Samarinda. Istilah atau nama itu memang sesuai dengan keadaan lahan atau lokasi yang terdiri atas dataran rendah dan daerah persawahan yang subur.[4]
Penduduk menerima bagian lahan yang sama-sama rendah sehingga wilayah itu dinamakan "sama rendah". Akhirnya daerah itu disebut Samarinda. Penduduk Samarinda setiap tahun bertambah karena orang-orang Wajo berdatangan dan menetap di sana.
Berhadapan dengan daerah pemukiman baru ini, di tepi kanan Sungai Mahakam berkembang pula pemukiman di sekitar sungai Karang Mumus dan Karang Asam. Pemukiman ini dibangun para petani dan nelayan suku Kutai dan suku Banjar, pendatang dari Kalimantan Selatan.[4]
La Mohang Daeng Mangkona mulai membangun daerah baru itu dengan bantuan seluruh pengikutnya. Hutan belantara ditebas dan kayu-kayu besar ditebang. Setelah lahan terbuka dan pohon-pohon kering dibakar terbukalah daerah persawahan yang luas di tanah datar dan rendah tanpa bukit-bukit. Air tadah hujan menggenangi lahan yang pada saatnya ditanami bibit padi sawah.
Rumah-rumah didirikan di tepi Sungai Mahakam, membujur dari hilir ke hulu. Setiap keluarga mendirikan tumah tinggal yang dikerjakan secara gotong-royong. Dengan sistem gotong-royong semua pekerjaan dapat dilaksanakan dengan baik.[4]
Pua Ado diberi gelar Panglima Sepangan Pantai. Ia bertanggungjawab terhadap keamanan rakyat dan kampung-kampung sekitar sampai ke bagian Muara Badak, Muara Pantuan dan sekitarnya. Keputusan sidang kerajaan membuka Desa Sama Rendah memang jitu. Sejak saat itu, keamanan di sepanjang pantai dan jalur Mahakam menjadi kondusif. Tidak ada lagi bajak laut yang berani beraksi. Dengan demikian, kapal-kapal dagang yang berlayar, baik dari Jawa maupun daerah lainnya bisa dengan aman memasuki Mahakam. Termasuk kapal-kapal pedagang Belanda dan Inggris. Mereka berlayar hingga ke pusat Kerajaan, di Tepian Pandan. Dengan demikian roda pemerintahan berjalan dengan baik serta kesejahteraan masyarakat menjadi meningkat.[5]
Sejak kedatangan bangsa Belanda yang memerintah di Indonesia sebagai penjajah, daerah ini dibangun menjadi pusat pemerintahan di Kalimantan Timur, wilayah antara Karang Mumus dan Karang Asam.[4]
Bangsa Jepang datang ke Samarinda pada tanggal 3 Februari 1942 setelah menguasai Tarakan dan Balikpapan. Sesampainya di Samarinda, pada tanggal 5 Februari 1942, tentara Jepang melanjutkan penyerbuaannya ke Lapangan Terbang Samarinda II yang waktu itu masih dikuasai oleh Tentara Hindia Belanda (KNIL). Dengan berhasil direbutnya lapangan terbang itu, dengan mudah pula Banjarmasin diduduki oleh tentara Jepang pada tanggal 10 Februari 1942.[6]
[sunting] Samarinda Seberang
Sejarah terbukanya sebuah kampung yang menjadi kota besar, dikutip dari buku berbahasa Belanda dengan judul “Geschiedenis van Indonesie“ karangan de Graaf. Buku yang diterbitkan NV.Uitg.W.V.Hoeve, Den Haag, tahun 1949 ini juga menceritakan keberadaan Kota Samarinda yang diawali pembukaan perkampungan di Samarinda Seberang yang dipimpin oleh Pua Ado. Belanda yang mengikat perjanjian dengan kesultanan Kutai kian lama kian bertumbuh. Bahkan, secara perlahan Belanda menguasai perekonomian di daerah ini. Untuk mengembangkan kegiatan perdagangannya, maka Belanda membuka perkampungan di Samarinda Seberang pada tahun 1730 atau 62 tahun setelah Pua Ado membangun Samarinda Seberang. Di situlah Belanda memusatkan perdagangannya. Namun demikian, pembangunan Samarinda Seberang oleh Belanda juga atas ijin dari Sultan Kutai, mengingat kepentingan ekonomi dan pertahanan masyarakat di daerah tersebut. Apalagi, Belanda pada waktu itu juga menempatkan pasukan perangnya di daerah ini sehingga sangat menjamin keamanan bagi Kerajaan Kutai.Samarinda berkembang terus dengan bertambahnya penduduk yang datang dari Jawa dan Sulawesi dalam kurun waku ratusan tahun. Bahkan sampai pada puncak kemerdekaan tahun 1945 hingga keruntuhan Orde Lama yang digantikan oleh Orde Baru, Samarinda terus ’disatroni’ pendatang dari luar Kaltim. Waktu itu Tahun 1966 adalah peralihan masa Orde Lama ke Orde Baru. Keadaan semuanya masih acak dan semberawut. Masalah keamanan rakyat memang terjamin dengan terbentuknya Hansip (Pertahanan Sipil) yang menggantikan OPR (Organisasi Pertahanan Rakyat). Hansip mendukung keberadaan Polisi dan TNI.
Kendati terbilang maju pada zamannya, perubahan signifikan Kota Samarinda dimulai ketika Walikota Kadrie Oening diangkat dan ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan Surat Keputusan No. Pemda 7/ 67/14-239 tanggal 8 November 1967. Ia menggantikan Mayor Ngoedio yang kemudian bertugas sebagai pejabat tinggi pemerintahan Jawa Timur di Surabaya. Kotamadya Samarinda pada tahun 1950 terbagi tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Samarinda Ulu, Samarinda Ilir dan Samarinda Seberang. Luas wilayahnya saat itu hanya 167 km². Kemudian pada tahun 1960 wilayah Samarinda diperluas menjadi 2.727 km² meliputi daerah Kecamatan Palaran, Sanga-Sanga, Muara Jawa dan Samboja. Namun belakangan, kembali terjadi perubahan. Kota Samarinda hanya tinggal Kecamatan Palaran, Samarinda Seberang, Samarinda Ilir dan Samarinda Ulu.[5]
[sunting] Penetapan hari jadi Kota Samarinda
Orang-orang Bugis Wajo ini bermukim di Samarinda pada permulaan tahun 1668 atau tepatnya pada bulan Januari 1668 yang dijadikan patokan untuk menetapkan hari jadi kota Samarinda. Telah ditetapkan pada peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Samarinda Nomor: 1 tahun 1988 tanggal 21 Januari 1988, pasal 1 berbunyi Hari Jadi Kota Samarinda ditetapkan pada tanggal 21 Januari 1668 M, bertepatan dengan tanggal 5 Sya'ban 1078 H. Penetapan ini dilaksanakan bertepatan dengan peringatan hari jadi kota Samarinda ke-320 pada tanggal 21 Januari 1988.Tanggal 21 Januari 1668 / 5 Sya'ban 1070 Hijriyah adalah hari yang diyakini sebagai awal kedatangan orang-orang suku Bugis Wajo yang kemudian mendirikan pemukiman di muara Karang Mumus.
[sunting] Berdirinya Pemerintahan Kota Samarinda
[sunting] Pemerintah Kotamadya Dati II Samarinda dan Kotapraja
Dibentuk dan didirikan pada tanggal 21 Januari 1960, berdasarkan UU Darurat No. 3 Tahun 1953, Lembaran Negara No. 97 Tahun 1953 tentang Pembentukan daerah-daerah Tingkat II Kabupaten/kotamadya di Kalimantan TimurSemula Kodya Dati II Samarinda terbagi dalam 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Samarinda Ulu, Samarinda Ilir dan Samarinda Seberang. Kemudian dengan SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Provinsi Kalimantan Timur No. 18/SK/TH-Pem/1969 dan SK No. 55/TH-Pem/SK/1969, terhitung sejak tanggal 1 Maret 1969, wilayah administratif Kodya Dati II Samarinda ditambah dengan 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Palaran, Sanga-Sanga, Muara Jawa dan Samboja. Saat ini Samarinda terdiri dari 6 kecamatan, tidak termasuk Sanga-Sanga, Muara Jawa dan Samboja, ketiganya masuk dalam Kabupaten Kutai Kartanegara.
Setelah PP No. 38 Tahun 1996 terbit, wilayah administrasi Kodya Dati II Samarinda mengalami pemekaran, semula terdiri dari 4 kecamatan menjadi 6 kecamatan, yaitu:
- Kecamatan Sungai Kunjang dengan 7 kelurahan,
- Kecamatan Samarinda Ulu dengan 8 kelurahan,
- Kecamatan Samarinda Utara dengan 6 kelurahan,
- Kecamatan Samarinda Ilir dengan 13 kelurahan,
- Kecamatan Samarinda Seberang dengan 8 kelurahan dan
- Kecamatan Palaran dengan 5 kelurahan.
Berdasarkan Perda Kota Samarinda No. 1 Tahun 1988, tanggal 21 Januari 1988, ditetapkan Hari Jadi Kota Samarinda adalah tanggal 21 Januari 1668. Penetapan ini bertepatan dengan Peringatan Hari Jadi Kota Samarinda ke-320.[1]
[sunting] Geografi
Dengan luas wilayah 718 km², Samarinda terletak di wilayah khatulistiwa dengan koordinat diantara 0°21'81"–1°09'16" LS dan 116°15'16"–117°24'16" BT.[sunting] Batas-batas wilayah
Kota Samarinda memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:Utara | Kecamatan Muara Badak, Kutai Kartanegara |
Selatan | Kecamatan Loa Janan, Kutai Kartanegara |
Barat | Kecamatan Tenggarong Seberang dan Muara Badak di Kabupaten Kutai Kartanegara. |
Timur | Kecamatan Muara Badak, Anggana, dan Sanga-Sanga di Kabupaten Kutai Kartanegara. |
[sunting] Iklim
Kota Samarinda beriklim tropis basah, hujan sepanjang tahun. Temperatur udara antara 20 °C – 34 °C dengan curah hujan rata-rata per tahun 1980 mm, sedangkan kelembaban udara rata-rata 85%.Berikut ini adalah tabel kondisi cuaca rata-rata di wilayah kota Samarinda dan sekitarnya.
[sembunyikan]Cuaca untuk Kota Samarinda dan sekitarnya | |||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Bulan | Jan | Feb | Mar | Apr | Mei | Jun | Jul | Agt | Sep | Okt | Nov | Des | Tahun |
Rata-rata tinggi °C (°F) | 30 (86) | 31 (88) | 32 (90) | 33 (91) | 32 (90) | 31 (88) | 30 (86) | 30 (86) | 31 (88) | 33 (91) | 32 (90) | 31 (88) | 30 (86) |
Rata-rata rendah °C (°F) | 24 (75) | 24 (75) | 24 (75) | 24 (75) | 24 (75) | 23 (73) | 24 (75) | 23 (73) | 23 (73) | 23 (73) | 23 (73) | 23 (73) | 23 (73) |
Sumber: [7] 11 Agustus 2010 |
[sunting] Pemerintahan dan layanan publik
[sunting] Walikota
Saat ini walikota dijabat oleh Drs. H. Achmad Amins, MM yang berpasangan dengan wakil walikota, Syaharie Jaang, memenangkan Pilkada Samarinda pada tanggal 19 September 2005 dan dilantik oleh Gubernur Kaltim, Suwarna A.F. pada tanggal 25 November 2005 di GOR Segiri, Samarinda.[sunting] Militer
[sunting] Pemilihan umum kepala daerah
[sunting] Pilkada Samarinda
Sejak reformasi 1998 dan pemberlakuan otonomi daerah, Kota Samarinda pertama kali menggelar pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah pada tahun 2005 dan terpilih pasangan Achmad Amins sebagai walikota dan Syaharie Jaang sebagai wakil walikota Samarinda. Sebelumnya, pasangan ini juga menjabat sebagai walikota dan wakil walikota pada tahun 2000 atas sidang DPRD Samarinda.Pada tahun 2010, pemilu kada Kota Samarinda kembali digelar dan pencoblosan dilaksanakan pada tanggal 12 Oktober 2010[8] dengan 1.445 TPS di 53 kelurahan di Samarinda yang diperuntukkan bagi 509.069 pemilih yang terdaftar dalam DPT.[9]
Adapun pasangan yang mengikuti Pilkada Samarinda 2010 adalah sebagai berikut:
No. | Nama pasangan | Usungan | Perolehan suara[10] |
---|---|---|---|
1 | Ridwan Asmaran–Nasir Waladi (Risna) | Independen dengan 30.927 surat dukungan | 3.545 suara (1,17%) |
2 | Syaharie Jaang–Nusyirwan Ismail (Jaa'nur) | Partai Demokrat, PKS, PPP, Pelopor dan PBR | 145.611 suara (47,86%) |
3 | Iriansyah Busra–Ahmad Faidilham Djafar (Irfa-Busra) | Independen dengan 31.819 surat dukungan | 4.486 suara {1,47%) |
4 | Ipong Muchlissoni–Edy Kurniawan | PDIP, PAN, dan Hanura | 73.355 suara (24,11%) |
5 | Andi Harun–Damanhuri (Adham) | Partai Golkar, Partai Patriot, PDK serta Gerindra | 57.979 suara {19,06%) |
6 | Sutrisno–Yulianus Kenock Sumual | Independen dengan 30.982 surat dukungan | 11.992 suara (3,94%) |
7 | Dani Firnanda–Ridwan Effendi | Independen dengan 32.630 surat dukungan | 7.229 suara (2,40%) |
Syaharie Jaang–Nusyirwan Ismail dilantik sebagai walikota dan wakil walikota Samarinda pada tanggal 23 November 2010 di Gedung Serbaguna Stadion Madya Sempaja oleh Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak.[11]
[sunting] Maskot Kota Samarinda
Pesut Mahakam adalah maskot kota Samarinda. Namun saat ini Pesut Mahakam tidak terlihat lagi di sepanjang sungai Mahakam kota Samarinda. Pesut Mahakam terdesak oleh kemajuan kota dan pindah ke hulu sungai. Populasi Pesut Mahakam semakin menurun dari tahun ke tahun. Bahkan menurut sebuah penelitian, Pesut Mahakam sekarang tinggal 50 ekor. Jika tidak dilakukan antisipasi dan pelestarian, maka dalam waktu beberapa tahun saja Pesut Mahakam akan punah, menyusul pesut dari Sungai Irrawaddy dan Sungai Mekong yang sudah terlebih dahulu punah dan Pesut Mahakam adalah pesut air tawar terakhir yang hidup di planet bumi.[sunting] Tempat wisata
[sunting] Kawasan Wisata Budaya Pampang
Kawasan Pampang yang terletak sekitar 20 km dari kota Samarinda merupakan kawasan wisata budaya yang menarik untuk menyaksikan kehidupan suku Dayak Kenyah. Obyek wisata budaya ini dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan bermotor melalui jalan raya Samarinda-Bontang. Daya tarik yang dapat disaksikan adalah Lamin atau rumah adat suku Dayak serta tarian dan upacara adat Dayak Kenyah yang diselenggarakan setiap hari Minggu pukul 14.00 wita.[12][sunting] Air Terjun Tanah Merah
Terletak sekitar 14 km dari pusat kota Samarinda tepatnya di dusun Purwosari kecamatan Samarinda Utara. Tempat ini merupakan pilihan tepat bagi wisata keluarga karena dilengkapi pendopo istirahat, tempat berteduh dengan pohon peneduh di sekitar lokasi, warung, areal parkir kendaraan yang luas, pentas terbuka dan tempat pemandian. untuk mencapai obyek wisata tersebut, dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor baik roda dua maupun empat serta angkutan umum trayek Pasar Segiri - Sungai Siring. Untuk saat ini tempat wisata ini kurang mendapat perhatian akibatnya mutu pelayanan jadi berkurang sehingga perlu adanya perhatian dari pemerintah daerah untuk mengembangkan tempat ini.[sunting] Penangkaran Buaya Makroman
Terletak di kawasan Makroman dengan jarak lebih kurang 6 km dari pusat kota Samarinda. Jenis buaya yang dipelihara, yaitu buaya air tawar dan buaya Supit. Tempat pengembangbiakan buaya ini telah dilengkapi sarana dan prasarana wisata.[sunting] Kebun Raya Samarinda
Terletak di sebelah Utara kota Samarinda yang berjarak 20 km atau 30 menit dengan perjalanan darat. Di Kebun Raya Samarinda terdapat atraksi danau alam, kebun binatang dan panggung hiburan.[sunting] Telaga Permai Batu Besaung
Obyek wisata Telaga Permai Batu Besaung merupakan obyek wisata alam, terletak di Sempaja 15 km dari pusat kota Samarinda dengan kendaraan motor/mobil. Obyek wisata ini telah dilengkapi sarana dan prasarana wisata.[sunting] Kerajinan Tenun Ikat Sarung Samarinda
Terletak di Jalan Pangeran Bendahara Samarinda Seberang. Obyek wisata ini merupakan proses pembuatan sarung tradisional Samarinda, yang berjarak 8 km dari pusat kota Samarinda. Obyek tersebut telah dilengakapi sarana dan prasarana wisata. Kerajian tenun sarung ini pada mulanya dibawa oleh pendatang suku Bugis dari Sulawesi yang berdiam di sisi kiri Mahakam (sekarang menjadi Samarinda Seberang). Hampir disetiap perkampungan suku Bugis (kelurahan masjid Baka) dapat ditemukan pengrajin sarung Samarinda. Alat tenun yang digunakan para pengrajin adalah alat tradisional disebut "Gedokan" atau menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Produk yang dihasilkan untuk 1 (satu) buah sarung memakan waktu tiga minggu.[sunting] Citra Niaga
Citra Niaga merupakan kawasan pusat perdagangan seluas 2,7 hektare[13] yang dirancang untuk menyediakan tempat usaha bagi pedagang kecil (60%) serta pedagang besar dan menengah (40%). Citra Niaga dibangun pada tanggal 27 Agustus 1987.[14] Pusat Kegiatan karya arsitek Antonio Ismael ini pernah memperoleh perhargaan internasional Aga Khan Award for Architecture (AKAA) pada tahun 1989. Citra Niaga pernah mengalami kebakaran pada tahun 2006 dan kemudian dibangun kembali namun tidak persis sama dengan kondisi awal dibangun dan merupakan pusat kerajinan tradisional di kota Samarinda.[sunting] Tempat wisata lainnya
Berbagai tempat wisata lainnya yang ada di kota ini adalah:- Masjid Islamic Center Samarinda
- Masjid Shiratal Mustaqiem
- Taman Tepian Mahakam
- Makam La Mohang Daeng Mangkona
[sunting] Fasilitas Olahraga
Kota Samarinda memiliki fasilitas olahraga yang cukup banyak, diantaranya adalah:- Kompleks Stadion Segiri yang merupakan komplek olahraga pertama di kota Samarinda terdapat Stadion Segiri
- Kompleks Stadion Madya Sempaja, mulai digunakan 2002 terdapat Stadion Madya Sempaja
- Kompleks Stadion Utama Kaltim, mulai digunakan 2008 terdapat Stadion Utama Palaran
[sunting] Pusat perbelanjaan
[sunting] Plaza dan Mal
Pusat perbelanjaan modern yang ada di kota ini antara lain:- Mal Mesra Indah, yang merupakan mal pertama di kota Samarinda.
- Mal Lembuswana, mal ini terletak di pusat kota Samarinda. Mal ini merupakan mal terluas di Samarinda yang ditandai dengan adanya parkir yang cukup memadai.
- Samarinda Central Plaza, merupakan mal ketiga yang dibangun di kota Samarinda sekitar tahun 1998. Mal ini terletak di Jl.Pulau Irian.
- Plaza Mulia, merupakan mal keempat yang dibangun dan dibuka pada pertengahan September 2009. Mal ini berlokasi di Jl.Bhayangkara.
- Samarinda Square (SS), mal kelima di Samarinda dan telah dibuka pada 12 Agustus 2010. Mal ini berlokasi di Jl.Muhammad Yamin, Gunung Kelua
[sunting] Pertokoan
Pusat pertokoan yang ada di kota ini antara lain:- Citra Niaga yang merupakan taman hiburan rakyat pertama yang berdiri di kota Samarinda, Citra Niaga memenangkan Aga Khan Award karena desainnya yang seperti jaring laba-laba, membuat setiap sisinya tidak ada yang mengalami zona mati.
- Mahakam Square
[sunting] Pasar
Berbagai pasar tradisional juga masih ada yang bertahan di kota Samarinda hingga saat ini, diantaranya adalah:- Pasar Pagi, merupakan pasar tertua di Kota Samarinda. Pasar ini awalnya dibangun di pinggir sungai Mahakam. Namun seiring dengan perkembangan kota, maka pasar dipindahkan agak menjauh dari tepi sungai karena tepi sungai dibuat jalan.
- Pasar Segiri, merupakan pasar terbesar/pasar induk di kota Samarinda. Pasar Segiri mengalami kebakaran pada tahun 2009 dan sedang dibangun kembali dengan konsep pasar tradisional yang modern.
- Pasar Rahmat, terletak di Jl. Lambung Mangkurat, Pelita.
- Pasar Kedondong, terletak di Jl. Ulin, Karang Asam Ilir.
- Pasar Kemuning, terletak di Loa Bakung.
- Pasar Sei Dama, terletak di Jl. Otto Iskandardinata.
- Pasar Harapan Baru, terletak di Jl. Kurnia Makmur, Harapan Baru. Pasar ini pernah terbakar hebat pada tahun 2003 sehingga seluruh pasar dan sebagian rumah warga hangus. Pasar ini kembali dibangun beberapa bulan kemudian dan Jl. Kurnia Makmur dibuat menjadi dua jalur untuk mencegah kebakaran lagi yang meluas karena sebelumnya Jl. Kurnia Makmur terbilang sempit sehingga api yang berada di pasar sebelah kiri pasar dapat menyambar ke bagian pasar sebelah kanan.
- Palaran Trade Centre (PTC), pasar dengan konsep modern pertama di Samarinda. Pasar ini diresmikan pada tanggal 15 Mei 2010.[15]
[sunting] Transportasi
[sunting] Air
Sejak didirikannya transportasi utama Samarinda melalui Sungai Mahakam yang membelahnya ditengah-tengah, pada tahun 1987 baru dibangun Jembatan Mahakam yang menghubungkan Samarinda kota dengan Samarinda Seberang. Selain itu sudah dibangun dan diresmikan pada 2009 Jembatan Mahakam Ulu atau Mahulu, Jembatan Mahkota II (dalam tahap konstruksi) dan Jembatan Mahkota III (tahap pembebasan lahan).Terdapat pelabuhan peti kemas yang berada di Jalan Yos Sudarso dan sekarang sedang dibangun pelabuhan baru yang terletak di kecamatan Palaran untuk menggantikan pelabuhan yang sekarang sudah tidak sesuai dengan kondisi kota. Pada tanggal 26 Mei 2010, pelabuhan baru tersebut selesai dibangun dan diresmikan dengan nama TPK Palaran dan saat ini dalam tahap uji coba.
[sunting] Darat
Terdapat jalan darat yang menghubungkan kota Samarinda dengan Balikpapan ke selatan, kemudian Bontang dan Sangatta ke utara, jalan baru ke Tenggarong di arah barat laut serta ke Sanga-Sanga, Kutai Kartanegara melalui jalan tenggara yang tembus sampai ke Muara Jawa, Samboja dan Balikpapan.Saat ini sedang dibangun jalan bebas hambatan sejenis jalan toll namun tidak dikenakan tarif, yaitu freeway yang menghubungkan Samarinda dan Balikpapan dengan waktu tempuh 30 menit.
[sunting] Udara
Bandar Udara Temindung (kode SRI) merupakan bandar udara yang menghubungkan Samarinda dengan kota-kota di pedalaman serta Balikpapan. Saat ini sedang dibangun Bandar Udara Sungai Siring yang nantinya dapat didarati oleh pesawat yang lebih besar.[sunting] Media massa
[sunting] Televisi
Stasiun televisi yang mengudara di Kota Samarinda antara lain 11 stasiun televisi nasional (kecuali Antv dan Indosiar), sedangkan untuk stasiun televisi lokal yang eksis adalah TVRI Kaltim dan Tepian Channel (berlangganan).[sunting] Surat kabar
Surat kabar yang beredar di kota ini adalah Kaltim Post, Tribun Kaltim, KoranKaltim, Pos Kota Kaltim dan Swara Kaltim yang juga terdapat di seluruh kabupaten/kota di Kalimantan Timur, sedangkan surat kabar lokal di Samarinda adalah Samarinda Pos yang juga dapat dijangkau hingga Berau.[sunting] Lainnya
[sunting] Sekolah Menengah
- SMP Negeri 1 Samarinda
- SMP Negeri 2 Samarinda
- SMP Negeri 3 Samarinda
- SMA Negeri 1 Samarinda
- SMA Negeri 2 Samarinda
- SMA Negeri 5 Samarinda
- SMK Negeri 1 Samarinda
- SMK Negeri 2 Samarinda
- SMK Negeri 7 Samarinda
- SMAK ST. Fransiskus Assisi Samarinda
[sunting] Perguruan Tinggi
Terdapat cukup banyak perguruan tinggi di Samarinda, diantaranya adalah:
|
|
No comments:
Post a Comment